Teknologi bisa menjauhkan yang dekat, namun bisa juga mendekatkan yang jauh. Yuk kita lebih cerdas dan bijak dalam memanfaatkannya.
Suatu ketika, saya sedang menjelaskan mengenai perkembangan teknologi komunikasi kepada murid-murid saya.
Di awal pembahasan dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa orang lain. Lalu ada penjelasan tentang isolasi. Murid saya pun (kelas 4 SD) bertanya apa itu isolasi?
Baca juga : Perlukan Sistem Ranking Diterapkan di Sekolah?
Saya jawab dengan sesederhana mungkin dengan "bahasa" mereka; "when you are getting alone without friends". Namun mimik mukanya nampak mencerna sesuatu.
"But why even I am being with my family, I feel lonely?"
Saya langsung konfirmasi apa maksudnya, saya balik bertanya
(A sebagai saya dan B sebagai murid saya).
A: "Your mommy?"
B: "Working"
A: "Your daddy?"
B: "Playing gadget"
A: "Your sister/brother?"
B: "Playing gadget also"
Jleb! Entah kenapa pertanyaan polos dari murid saya itu langsung menghentak diri saya. Saya mencernanya sebagai pertanyaan polos anak berusia 9 tahun, tentang apa yang ia rasakan ketika di rumah.
Dan kenapa rasanya sama ketika arti kata isolasi itu terserap pertama di fikirannya. Ia langsung mengaitkannya dengan keadaan di rumahnya!
Teknologi Bisa Menjauhkan yang dekat, Mendekatkan yang jauh
Memang saat itu hati saya sedih saat murid saya bertanya. Tapi saya menyadari satu hal, ketika menjelaskan sesuatu tidak selalu secara teksbook, namun kontekstual.Perlunya menjelaskan dengan realita atau keaadaan terkini yang dialami oleh pendengar. Mungkin seharusnya saya juga menjelaskan bahwa isolasi tidak berarti kita "sendiri tanpa memiliki teman".
Namun isolasi bisa juga berarti ketika kamu kesepian, walaupun kamu berada di keramaian. Entah kenapa pertanyaan polos murid saya membuat saya tertegun, menyadari kata isolasi yang lebih meluas.
Baca juga : Memaksimalkan Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak
Saya teringat ketika kuliah dulu, beberapa dosen hanya menjelaskan teori tanpa aplikasi nyata atau aplikasi dari berbagai definisi yang harus kita hafalkan.
Tapi saya sangat bersemangat ketika dosen menjelaskan dengan aplikasi nyata di lapangan. Biasanya dosen praktisi selalu menyampaikan penjelasannya dengan elaborasi teori dan aplikasi nyata, dan saya sangat suka dalam suasana kelas seperti itu.
Saya harus belajar menjadi pengajar yang menyenangkan seperti itu, bukan?
Nah, kembali lagi kepada kasus tadi, walau menjelaskan kepada anak-anak, namun penjabaran secara kontekstual juga diperlukan.
Seharusnya saya menambahkan definisi "isolasi" tersebut dengan kenyataan yang memang nyata terjadi saat ini. Kalau kita lihat beberapa di tempat keramaian, seperti di transportasi umum memang ramai orang, tapi apakah kita berinteraksi satu sama lain?
Kemungkinan besar tidak, karena masing-masing sudah asik dengan gadgetnya. Untuk yang lebih dekat satu sama lain, saya pernah mengalami dan melihat di tempat makan pun suatu keluarga di satu meja makan, atau "teman-teman" yang sedang berkumpul, namun sibuk dengan foto makanan yang instagramable, upload, balas whatsapp, chat, atau apapun dengan gadget nya.
Baca juga : Sharing Pengalaman Lolos Beasiswa S2 di Universitas Pertahanan (Unhan)
Mungkin murid saya hanya perwakilan dari perasaan anak-anak masa kini. Berapa banyak kasus teknologi menjauhkan kita dengan yang di depan mata?
Tanpa menafikan fungsi teknologi di masa kini, tentu saya sangat setuju bahwa teknologi memudahkan beberapa aspek kehidupan.
Namun, alangkah lebih baik jika kita memanfaatkannya dengan bijak. Jangan sampai kemudahan itu yang justru membatasi interaksi kita dengan orang-orang terdekat :)
COMMENTS