Mengapa peran ayah begitu penting dalam pengasuhan anak dan keluarga? Berikut ini penjelasan dari Ust. Bendri Jaisyurrahman.
Pagi tadi saya berkesempatan datang di seminar parenting di salah satu sekolah swasta di Depok. Alhamdulillah, pembicaranya keren dan inspiratif - Ust.Bendri Jaisyurrahman.
Jadi sayang kalau gak ditulis. Siapa tau ada yang butuh materi tentang ini, ada yang ingin belajar, atau bisa jadi coretan yang akan dibaca lagi kelak.
Beliau menyampaikan materi "Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak".
Mengapa harus Ayah?
1. Rasulullah memberi isyarat bahwa penyimpangan anak terutama dipengaruhi Ayahnya.
Berdasarkan hadits "Tidaklah bayi yang baru lahir dalam keadaan fitrah, melainkan abawa (orang tua) nya lah yang menjadikan dia majusi, nasrani, yahudi".
Majusi, yahudi, nasrani disini bukan selalu berarti dalam artian harfiah si anak jadi beragama non islam. Tetapi perilakunya bisa jadi kecenderungan seperti kaum tersebut. Contohnya, berikut dipaparkan ciri-ciri Yahudi:
a. Banyak bertanya
Pada dasarnya ada 2 jenis pertanyaan; yang dibenci dan yang dipuji. Pertanyaan yang dibenci adalah bertanya yang tidak ada manfaatnya dan hanya untuk mencari celah.
Sementara pertanyaan yang dipuji adalah pertanyaan dengan tujuan untuk memantapkan hati dan keimanan.
b. Mengakal-akali dalil
Ya model seperti islam liberal, syiah, dsb yang selalu mencari celah dalam agama, lalu ujung-ujungnya hanya untuk membatalkan dalil.
c. Narsis
Pada zaman dulu, ketika ada pemimpin yahudi yg akan dihukum mati, sebelum eksekusi dilaksanakan, sempat-sempatnya ia bahkan meminta dicarikan pakaian terbaik dan parfum untuk dirinya pakai. Kira2 kalau zaman sekarang narsis bentuk bagaimana, mungkin kita bisa menilai sendiri.
Nah, apakah ketiga komponen tersebut bisa tercermin di generasi sekarang? Kalau zaman sekarang, banyak bertanya bahkan yang tidak penting pun mungkin akan dibilang "kritis".
Lalu mengakal-akali dalil, mungkin pernah ya ketika keberatan dengan suatu ketetapan hukum Allah. Dan yang paling terakhir, narsis udah bukan hal yang asing lagi untuk orang-orang yg punya sosmed.
Wallahu'alam.
2. Anak punya HAK terhadap ayahnya.
Pada zaman Rasul dulu, ketika ada anak nakal yang ditanya dan dicari bukan ibunya, melainkan ayahnya.
Suatu ketika, ada seorang anak yang amat nakal dan Umar bin Khatab bertanya pada anak tersebut: Mengapa kau amat nakal, siapa ayahmu?
Lalu anak tersebut berkata Fulan dan bertanya apakah seorang anak memiliki HAK terhadap ayahnya?
Amirul Mukminin pun menjawab, ya terdapat 3 Hak anak atas ayahnya, yakni dipilihkan Ibu yang terbaik, memberi nama yg baik, dan memberi pengajaran dan pendidikan yang baik.
Lalu anak tersebut pun menjawab, ya Amirul Mukminin, Ibu saya adalah penyembah api jadi bagaimana saya dapat menyembah Allah.
Lalu arti dari nama saya ini adalah "curut" dan ayah saya tidak pernah menyuruh saya solat, mengenalkan Allah atau mengajarkan berbuat baik.
Sebuah dialog yang jleb-jleb. Kalo di jaman sekarang mungkin ketika anak berperilaku menyimpang, yang akan disalahkan pertama adalah Ibu. Lalu kemana peran ayah? Sudahkan Ayah memenuhi 3 Hak tersebut kepada Anak?
3. Dialog di Al Qur'an lebih banyak tentang Ayah kepada anaknya daripada Ibu kepada anaknya.
Ada sekitar 15 dialog ayah kepada anaknya di Al Qur'an, contohnya Ibrahim kepada Musa, Yakub kepada Yusuf, Nuh dengan anaknya, dan lain sebagainya.
Sementara dialog ibu terhadap anak hanya sekitar 2, yakni dialog Ibu Musa dan Maryam kepada Isa. Dan Ustadz Bendri menegaskan, Ayah memang harus lebih banyak dialog secara privat kepada anaknya.
4. Ayah menjadi benteng keluarga terhadap api neraka.
Berapa banyak ketika di yaumul hisab nanti, Ayah yang membawa pahala segunung namun langkahnya tertahan untuk masuk surga karena istri dan anakanya. Karena anaknya berkata; Ya Rabb, di dunia aku tidak diajarkan mengenalmu atau beribadah kepadamu oleh ayahku.
Maka dari itu dalam agama kita diperintahkan untuk memelihara diri kita dan keluarga dari api neraka.
5. Tokoh hebat tidak lepas dari sosok Ayah.
Tidak semua orang beruntung memiliki Ayah kandung, namun sosok "keayahan" tidak pernah boleh lepas dari anak. Peran keayahan ini bisa diganti dengan Kakek, Paman, maupun saudara laki-laki.
Contoh paling bisa kita contoh adalah Rasul, yg walaupun yatim sejak kecil, namun peran keayahannya digantikan oleh Kakek beliau, Paman beliau.
6. Nasab dalam Islam adalah milik Ayah, bukan Ibu.
7. Ketiadaan Ayah berakibat rusaknya anak.
Ustadz Bendri memaparkan 7 akibat Father Hunger atau krisis ketiadaan Ayah:
- Anak yg minder, rendah diri
- Bertingkah kekanak-kanakan
- Terlalu bergantung
- Kesulitan menetapkan identitas seksual (laki-laki menjadi feminin atau perempuan menjadi hipermaskulin).
- Kesulitan dalam belajar
- Kurang bisa mengambil keputusan
- Bagi anak perempuan, tanpa modal peran Ayah setelah dewasa sulit menentukan pasangan yang tepat untuknya, atau salah memilih pria yang layak.
Alhamdulillah, walau belum jadi seorang Ibu tapi ilmu parenting ini insyaAllah bakal berguna banget. Melalui izin Allah, orang tua teman saya yang harusnya dateng seminar (Ayah & Ibu) berhalangan hadir.
Jadilah teman saya itu mengajak saya dateng juga. Ada aja rezeki Allah buat hambanya :) bersyukur punya teman yang baik dan bersyukur dapet kesempatan hadir di Majelis Ilmu :)
Semoga bermanfaat...
COMMENTS